HAKIKAT
MANUSIA DAN HAKIKAT PENDIDIKAN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
1.HASBI
(1606103030017)
PRODI:
PENDIDIKAN FISIKA
REG:B
KEMENTERIAN RISET,
TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
DARUSSALAM BANDA ACEH
2016
HAKEKAT MANUSIA MENURUT ALQUR'AN
Al-Qur'an menegaskan kualitas dan nilai manusia dengan menggunakan tiga
macam istilah yang satu sama lain saling berhubungan, yakni al-insaan
, an-naas , al-basyar , dan banii Aadam .
Manusia disebut al-insaan
karena dia sering menjadi pelupa sehingga diperlukan teguran dan peringatan.
Sedangkan kata
an-naas (terambil dari kata an-nawsyang berarti gerak; dan ada juga yang
berpendapat bahwa ia berasal dari kata unaas yang berarti nampak) digunakan
untuk menunjukkan sekelompok manusia baik dalam arti jenis manusia atau
sekelompok tertentu dari manusia.
Manusia disebut
al-basyar, karena dia cenderung perasa dan emosional sehingga perlu disabarkan
dan didamaikan. Manusia disebut sebagai banii Aadam karena dia menunjukkan pada
asal-usul yang bermula dari nabi Adam as sehingga dia bisa tahu dan sadar akan
jati dirinya. Misalnya, dari mana dia berasal, untuk apa dia hidup, dan ke mana
ia akan kembali.
Penggunaan istilah
banii Adam menunjukkan bahwa manusia bukanlah merupakan hasil evolusi dari
makhluk anthropus (sejenis kera). Hal ini diperkuat lagi dengan panggilan
kepada Adam dalam al-Qur'an oleh Allah dengan huruf nidaa (Yaa Adam!). Demikian
juga penggunaan kata ganti yang menunjukkan kepada Nabi Adam, Allah selalu
menggunakan kata tunggal (anta)dan bukan jamak (antum) sebagaimana terdapat
dalam surah al-Baqarah ayat 35.
Manusia dalam
pandangan al- Qur'an bukanlah makhluk anthropomorfisme yaitu makhluk penjasadan
Tuhan, atau mengubah Tuhan menjadi manusia. Al-Qur'an menggambarkan manusia
sebagai makhluk theomorfis yang memiliki sesuatu yang agung di dalam dirinya.
Disamping itu manusia dianugerahi akal yang memungkinkan dia dapat membedakan
nilai baik dan buruk, sehingga membawa dia pada sebuah kualitas tertinggi
sebagai manusia takwa.
Al-Qur'an memandang
manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan mulia, bukan sebagai manusia yang
kotor dan penuh dosa. Peristiwa yang menimpa Nabi Adam sebagai cikal bakal
manusia,yang melakukan dosa dengan melanggar larangan Tuhan, mengakibatkan Adam
dan istrinya diturunkan dari sorga, tidak bisa dijadikan argumen bahwa manusia
pada hakikatnya adalah pembawa dosa turunan.
Al-Quran justru
memuliakan manusia sebagai makhluk surgawi yang sedang dalam perjalanan menuju
suatu kehidupan spiritual yang suci dan abadi di negeri akhirat, meski dia
harus melewati rintangan dan cobaan dengan beban dosa saat melakukan kesalahan
di dalam hidupnya di dunia ini. Bahkan manusia diisyaratkan sebagai makhluk
spiritual yang sifat aslinya adalah berpembawaan baik (positif, haniif).
Karena itu, kualitas,
hakikat, fitrah, kesejatian manusia adalah baik, benar, dan indah. Tidak ada
makhluk di dunia ini yang memiliki kualitas dan kesejatian semulia itu.
Sungguhpun demikian, harus diakui bahwa kualitas dan hakikat baik benar dan
indah itu selalu mengisyaratkan dilema-dilema dalam proses pencapaiannya.
Artinya, hal tersebut
mengisyaratkan sebuah proses perjuangan yang amat berat untuk bisa menyandang
predikat seagung itu. Sebab didalam hidup manusia selalu dihadapkan pada dua
tantangan moral yang saling mengalahkan satu sama lain. Karena itu, kualitas
sebaliknya yaitu buruk, salah, dan jelek selalu menjadi batu sandungan bagi
manusia untuk meraih prestasi sebagai manusia berkualitas mutaqqin di atas.
Gambaran al-Qur'an
tentang kualitas dan hakikat manusia di atas megingatkan kita pada teori
superego yang dikemukakan oleh sigmund Freud, seorang ahli psikoanalisa
kenamaan yang pendapatnya banyak dijadika rujukan tatkala orang berbicara
tentang kualitas jiwa manusia.
Menurut Freud,
superego selalu mendampingi ego. Jika ego yang mempunyai berbagai tenaga
pendorong yang sangat kuat dan vital (libido bitalis), sehingga penyaluran
doronganego (nafsu lawwamah/nafsu buruk) tidak mudah menempuh jalan melalui
superego (nafsu muthmainnah/nafsu baik). Karena superego (nafsu muthmainnah)
berfungsi sebagai badan sensor atau pengendali ego manusia.
Sebaliknya, superego
pun sewaktu-waktu bisa memberikan justifikasi terhadap egomanakala instink,
intuisi, dan intelegensi - ditambah dengan petunjuk wahyu bagi orang beragama-
bekerja secara matang dan integral. Artinya superego bisa memberikan pembenaran
pada ego manakala ego bekerja ke arah yang positif. Ego yang liar dan tak
terkendali adalah ego yang negatif, ego yang merusak kualitas dan hakikat
manusia itu sendiri.
Sebagai kesimpulan dapatlah diterangkan bahwa kualitas manusia berada
diantara naluridan nurani. Dalam rentetan seperti itulah manusia berperilaku,
baik perilaku yang positif maupun yang negatif. Fungsi intelegensi dapat
menaikkan manusia ke tingkat yang lebih tinggi. Namun intelegensi saja
tidaklah cukup melainkan harus diikuti dengan nurani yang tajam dan bersih.
Nurani (mata batin, akal budi) dipahami sebagai superego, sebagiconscience atau
sebagai nafsu muthmainnah (dorongan yang positif). Prof. Dr. Fuad Hasan
mengatakan bahwa bagi manusia bukan sekedar to live (bagaimana memiliki)
dan to survive (bagaimana bertahan), melainkan juga to exist (bagaimana
keberadaannya). Untuk itu, maka manusia memerlukan pembekalan yang kualitatif
dan kuantitatif yang lebih baik daripada hewan.
Manusia bisa
berkulitas kalau ia memiliki kebebasan untuk berbuat dan kehendak. Tetapi
kebebasan disini bukanlah melepaskan diri dari kendali rohani dan akal sehat,
melainkan upaya kualitatif untuk mengekspresikan totalitas kediriannya, sambil
berjuang keras untuk menenangkan diri sendiri atas dorongan naluriah yang
negatif dan destruktif. Jadi kebebasan yang dimaksudkan disini adalah upaya
sadar untuk mewujudkan kualitas dan nilai dirinya sebagai khalifah Allah di
muka bumi secara bertangung jawab.
Kualitas dan nilai manusia akan terkuak
bila manusia memiliki kemampuan untuk mengarahkan naluri bebasnya itu
berdasarkan pertimbangan aqliah yang dikaruniai Allah kepadanya dan dibimbing
oleh cahaya iman yang menerangi nuraninya yang paling murni.
Penciptaan manusia terdiri dari bentuk jasmani yang
bersifat kongkrit, juga disertai pemberian sebagian Ruh ciptaan Allah swt yang
bersifat abstrak. Manusia dicirikan oleh sebuah intelegensi sentral atau total
bukan sekedar parsial atau pinggiran. Manusia dicirikan oleh kemampuan
mengasihi dan ketulusan, bukan sekedar refles-refleks egoistis. Sedangkan,
binatang, tidak mengetahui apa-apa diluar dunia inderawi, meskipun barangkali
memiliki kepekaan tentang yang sakral.
Manusia perlu mengenali hakekat dirinya, agar akal yang digunakannya untuk
menguasai alam dan jagad raya yang maha luas dikendalikan oleh iman, sehingga
mampu mengenali ke-Maha Pekasaan Allah dalam mencipta dan mengendalikan kehidupan
ciptaanNya. Dalam memahami ayat-ayat Allah dalam kesadaran akan hakekat
dirinya, manusia menjadi mampu memberi arti dan makna hidupnya, yang harus
diisi dengan patuh dan taat pada perintah-perintah dan berusaha menjauhi
larangan-larangan Allah. Berikut adalah hakekat manusia menurut pandangan Islam:
1. Manusia adalah Makhluk Ciptaan Allah SWT.
Hakekat pertama ini berlaku umum bagi seluruh jagat
raya dan isinya yang bersifat baru, sebagai ciptaan Allah SWT di luar alam yang
disebut akhirat. Alam ciptaan meupakan alam nyata yang konkrit, sedang alam
akhirat merupakan ciptaan yang ghaib, kecuali Allah SWT yang bersifat ghaib
bukan ciptaan, yang ada karena adanya sendiri.
Firman
Allah SWT mengenai penciptaan manusia dalam Q.S. Al-Hajj ayat 5 :
فانا خلقناكم من تراب ثم من نطفة ثم من علقة ثم من مضغة مخلقة وغير مخلقة
لنبين لكم
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air
mani menjadi segumpal darah, menjadi segumpal daging yang diberi bentuk dan
yang tidak berbentuk, untuk Kami perlihatkan kekuasaan Tuhanmu.”
Firman tersebut menjelaskan pada manusia tentang asal
muasal dirinya, bahwa hanya manusia pertama Nabi Adam AS yang diciptakan
langsung dari tanah, sedang istrinya diciptakan dari satu bagian tubuh
suaminya. Setelah itu semua manusia berikutnya diciptakan melalui
perantaraan seorang ibu dan dari seorang ayah, yang dimulai dari setetes air
mani yang dipertemukan dengan sel telur di dalam rahim.
Hakikat pertama ini berlaku pada umumnya manusia di
seluruh jagad raya sebagai ciptaan Allah diluar alam yang disebut akhirat. Alam
ciptaan merupakan alam nyata yang konkrit sedangkan alam akhirat merupakan
ciptaan yang ghaib kecuali Allah yang bersifat ghaib bukan ciptaan yang ada
karena dirinya sendiri.
2. Kemandirian dan Kebersamaan
(Individualitas dan Sosialita).
Kemanunggalan tubuh dan jiwa yang diciptakan Allah SWT , merupakan satu diri
individu yang berbeda dengan yang lain. setiap manusia dari individu memiliki
jati diri masing - masing. Jati diri tersebut merupakan aspek dari fisik dan
psikis di dalam kesatuan. Setiap individu mengalami perkembangan dan berusah
untuk mengenali jati dirinya sehingga mereka menyadari bahwa jati diri
mereka berbeda dengan yang lain. Firman Allah dalam Q.S. Al-A’raf 189:
هو الذي خلقكم من نفس واحدة
“Dialah yang menciptakanmu
dari satu diri”
Firman tersebut jelas menyatakan bahwa sebagai satu diri (individu) dalam
merealisasikan dirinya melalui kehidupan, ternyata diantaranya terdapat manusia
yang mampu mensyukurinya dan menjadi beriman.
Di dalam sabda Rasulullah SAW
menjelaskan petunjuk tentang cara mewujudkan sosialitas yang diridhoiNya,
diantara hadist tersebut mengatakan:
“Seorang dari kamu
tidak beriman sebelum mencintai kawannya seperti mencintai dirinya sendiri” (Diriwayatkan oleh
Bukhari)
“Senyummu kepada kawan adalah
sedekah” (Diriwayatkan
oleh Ibnu Hibban dan Baihaqi)
Kebersamaan (sosialitas) hanya akan terwujud jika dalam keterhubungan itu
manusia mampu saling menempatkan sebagai subyek, untuk memungkinkannya menjalin
hubungan manusiawi yang efektif, sebagai hubungan yang disukai dan diridhai
Allah SWT.
Selain itu manusia merupakan suatu kaum (masyarakat) dalam menjalani hidup
bersama dan berhadapan dengan kaum (masyarakat) yang lain. Manusia dalam
perspektif agama Islam juga harus menyadari bahwa pemeluk agama Islam adalah
bersaudara satu dengan yang lain.
3. Manusia Merupakan Makhluk yang
Terbatas.
Manusia memiliki kebebasan
dalam mewujudkan diri (self realization), baik sebagai satu diri (individu)
maupun sebagai makhluk social, terrnyata tidak dapat melepaskan diri dari
berbagai keterikatan yang membatasinya. Keterikatan atau keterbatasan itu
merupakan hakikat manusia yang melekat dan dibawa sejak manusia diciptakan
Allah SWT. Keterbatasan itu berbentuk tuntutan memikul tanggung jawab yang
lebih berat daripada makhluk-makhluk lainnya. Tanggung jawab yang paling asasi
sudah dipikulkan ke pundak manusia pada saat berada dalam proses penciptaan
setiap anak cucu Adam berupa janji atau kesaksian akan menjalani hidup di dalam
fitrah beragama tauhid. Firman Allah Q.S. Al-A’raf ayat 172 sebagai berikut:
واذ اخذ ربك من بني ادم من ظهورهم ذريتهم واشدهم على انفسهم الست بربكم
قالوا بلى شهدنا
“Dan
ingat lah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian jiwa mereka, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”
Mereka menjawab, “Betul Engkau Tuhan kami dan kami bersaksi.”
Kesaksian tersebut merupakan sumpah yang mengikat atau
membatasi manusia sebagai individu bahwa didalam kehidupannya tidak akan
menyembah selain Allah SWT. Bersaksi akan menjadi manusia yang bertaqwa pada
Allah SWT. Manusia tidak bebas menyembah sesuatu selain Allah SWT, yang sebagai
perbuatan syirik dan kufur hanya akan mengantarkannya menjadi makhluk yang
terkutuk dan dimurkaiNya.
HAKIKAT PENDIDIKAN
Hakikat
pendidikan adalah suatu proses menumbuh kembangkan eksistensi peserta didik
yang memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal,
nasional dan global.
Redja Mudyaharjo, dalam bukunya
Pengantar Pendidikan ”Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-dasar Pendidikan pada
Umumnya dan Pendidikan di Indonesia” menyatakan tentang asumsi pokok pendidikan
yaitu :
1. Pendidikan adalah
actual,artinya pendidikan bermula dari kondisi-kondisi actual dari individu yang
belajar dan lingkungan belajarnya.
2. Pendidikan adalah
formatif, artinya pendidikan tertuju pada mencapai hal-hal yang
baik atau norma-norma yang baik; dan
3. Pendidikan adalah
suatu proses pencapaian tujuan, artinya berupa serangkaian kegiatan yang
bermula dari kondisi-kondisi actual dari individu yang belajar, tertuju pada
pencapaian individu yang diharapkan.
Pembahasan tentang hakikat pendidikan diartikan sebagai kupasan secara konseptual terhadap kenyataan-kenyataan kehidupan manusia baik disadari maupun tidak disadari,manusia telah melaksanakan pendidikan mulai dari keberadaan manusia pada zaman primitif sampai zaman modern (masa kini), bahkan selama masih ada kehidupan manusia didunia pendidikan akan tetap berlangsung (Syaifullah,1981).
Melalui penerapan pendekatan humanistik
maka pendidikan ini benar-benar akan merupakan upaya bantuan bagi anak untuk
menggali dan mengembangkan potensi diri serta dunia kehidupan dari segala liku
dan seginya. Menurut Ki Hadjar Dewantara terdapat lima asas dalam pendidikan
yaitu :
1.
Asas kemerdekaan; Memberikan kemerdekaan
kepada anak didik, tetapi bukan kebebasan yang leluasa, terbuka (semau gue),
melainkan kebebasan yang dituntun oleh kodrat alam, baik dalam kehidupan
individu maupun sebagai anggota masyarakat.
2.
Asas kodrat Alam; Pada dasarnya manusia
itu sebagai makhluk yang menjadi satu dengan kodrat alam, tidak dapat lepas
dari aturan main (Sunatullah), tiap orang diberi keleluasaan, dibiarkan,
dibimbing untuk berkembang secara wajar menurut kodratnya.
3.
Asas kebudayaan; Berakar dari kebudayaan
bangsa, namun mengikuti kebudyaan luar yang telah maju sesuai dengan jaman.
Kemajuan dunia terus diikuti, namun kebudayaan sendiri tetap menjadi acauan
utama (jati diri).
4.
Asas kebangsaan; Membina kesatuan
kebangsaan, perasaan satu dalam suka dan duka, perjuangan bangsa, dengan tetap
menghargai bangsa lain, menciptakan keserasian dengan bangsa lain.
5.
Asas kemanusiaan; Mendidik anak menjadi
manusia yang manusiawi sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk Tuhan.
Menurut Tilaar (2000 : 16) ada tiga hal
yang perlu di kaji kembali dalam pendidikan. Pertama, pendidikan tidak dapat
dibatasi hanya sebagai schooling belaka. Rumusan mengenai pendidikan dan
kurikulumnya yang hanya membedakan antara pendidikan formal dan non formal
perlu disempurnakan lagi dengan menempatkan pendidikan informal yang justru
akan semakin memegang peranan penting didalam pembentukan tingkah laku manusia
dalam kehidupan global yang terbuka. Kedua, pendidikan bukan hanya untuk
mengembangkan intelegensi akademik peserta didik. Ketiga, pendidikan ternyata
bukan hanya membuat manusia pintar tetapi yang lebih penting ialah manusia yang
berbudaya dan menyadari hakikat tujuan penciptaannya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sindhunata (2000 : 14) bahwa tujuan pendidikan bukan hanya manusia
yang terpelajar tetapi manusia yang berbudaya (educated and Civized human
being).
Peletakan
dasar bahwa manusia sebagai makhluk budaya merupakan suatu pengakuan
hanya manusialah yang berhak disebut sebagai makhluk berbudaya, karena hanya
manusialah yang mampu menciptakan nilai-nilai kebudayaan dan sekaligus
membedakan antara manusia dengan makhkluk lainnya di dunia ini. Asas perkembangan pendidikan sejajar dengan
perkembangan kebudayaan menunjukkan bahwa pendidikan selalu dalam keadaan
berubah sesuai perkembangan kebudayaan. Kesejajaran perkembangan pendidikan dan
kebudayaan ini, mengharuskan adanya dua sifat yang harus dimiliki pendidikan
yaitu bersifat reflektif dan progresif.
Pengakuan
manusia sebagai makhluk budaya memiliki kesamaan pandangan dengan pernyataan
yang menyatakan manusia sebaai makhluk yang dapat dididik (animal educable),
makhluk yang harus dididik (animal educandum) dan makhluk yang aktif (animal
educandus).
Aktifitas pendidikan berlangsung baik secara formal
maupun informal. Baik pendidikan yang formal maupun informal memiliki kesamaan
tujuan yaitu sesuai dengan filsafat hidup dari masyarakat. Pengakuan akan
pendidikan sebagai gejala kebudayaan tidak membedakan adanya pendidikan informal dan formal, semuanya merupakan aktifitas
pendidikan yang seharusnya memiliki tujuan yang sama. Mendasarkan pada uraian
diatas maka pembahasan tentang hakikat pendidikan merupakan tinjauan yang
menyeluruh dari segi kehidupan manusia yang menampakkan konsep-konsep
pendidikan. Karena itu pembahasan hakikat pendidikan
meliputi pengertian-pengertian:
1. Pendidikan dan ilmu pendidikan
2. Pendidikan dan sekolah
3. Pendidikan sebagai aktifitas sepanjang hayat.
4. Komponen-komponen pendidikan
1. Pendidikan dan Ilmu Pendidikan
Pemahaman terhadap konsep pendidikan setidaknya
berorientasi pada dua aktifitas utama yaitu pendidikan sebagai tindakan manusia
sebagai usaha membimbing manusia yang lain (educational practice),
dengan pendidikan sebagai ilmu pendidikan (educational thought).
Pendidikan sebagai suatu tindakan sudah berlangsung lama sebelum orang berfikir
tentang bagaimana mendidik. Bahkan dapat dikatakan pendidikan dalam artian ini
sudah ada sejak leberadaan manusia di dunia ini, sedangkan pendidikan sebagai
ilmu baru lahir kira-kira pada abad 19.
Dua pengertian tersebut oleh prof. Gununing dibedakan
dengan dua persitilahan, yaitu Paedagogie untuk pendidikan
dalam artian praktik dan Paedagogiek untuk ilmu pendidikan
atau yang berhubungan dengan teori pendidikan yang mengutamakan perenungan atau
pemikiran ilmiah (Siwarno 1982).
Dari kenyataan tersebut di atas E. H Wilds
menggambarkan :
Education is as old as
life itself; … Education, concious or unconcious, organizes or unorgasized, has
always existed, playing an in area singly role in the drama of human
progress………………………………Education took palse long before anyone thought abaout it;
there writing about education long before was problem of education.
Dari tinjauan sejarah
pendidikan kelahiran ilmu pendidikan diawali dengan lahirnya tokoh-tokoh
pemikir dalam bidang pendidikan. Pada abad 18 lahirlah tokoh-tokoh seperti J. A
Comeniu, John Locke, Jean Jaques Rousseau, Immanuelkant dan J. J Pestalozzi.
Sedangkan tokoh-tokoh pendidikan abad 19 hingga awal abad 20 diantaranya adalah
Herbart, Frobel, Montessori, John Dewey dan lain-lain.Bermula dari
pemikir-pemikir tersebut maka ilmu pendidikan terus berkembang hingga saat ini.
Ilmu pendidikan atau
Paedagogiek adalah teori pendidikan perenungan tentang pendidikan dalam arti
yang luas. Ilmu pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari soal-soal
yang timbul dalam praktik pendidikan (Brojonegoro, 1986). Ilmu pendidikan telah
berkembang dan memenuhi persyaratan sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri
sendiri. Ilmu pengetahuan dapat berdiri sendiri apabila telah memenuhi
persyaratan yaitu:
1) Memiliki objek sendiri, Ilmu pendidikan memiliki objek
yang menjadi lapangan penyelidikannya yang terdiri dari objek forma dan
objek materi. Objek forma adalah lapangan atau bahan penyelidikan suatu ilmu,
sedangkan objek materi adalah sudut tinjauan dari suatu ilmu. Objek materi dari
ilmu pendidikan adalah manusia,sedang objek formanya adalah kegiatan manusia
membimbing perkembangan manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Ilmu pendidikan
dimungkinkan memiliki objek materi yang sama dengan ilmu pengetahuan lainnya
namun berbeda dalam objek formanya. Dari objek forma inilah ditemukan
permasalahan pendidikan, yang menjadi bahasan suatu ilmu yang disebut ilmu
pendidikan.
2) Methode
penelitian ilmu pendidikan, Ilmu pendidikan sebagai ilmu
pengetahuan memiliki metode penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah. Metode tersebut mencakup metode untuk mengumpulkan
data maupun metode untuk mengolah data. Metode pengumpulan
data dapat dilakukan melalui observasi, tes, interview, angket dan lain-lain.
Metode untuk menganalisis data dapat menggunakan data analisis statistik maupun
non statistik. Metode berfikir yang digunakan menganalisis dapat menggunakan
metode induktif ataupun deduktif.
3) Sistematika
dalam ilmu pendidikan, Sistem adalah susunan
persoalan-persoalan yang teratur, sehingga merupakan suatu kesatuan yang
organis, sehingga antara satu dengan lainnya saling berhubungan dan tidak dapat
terpisahkan. Ilmu pendidikan memiliki persoalan-persoalan yang tersusun secara
sistematis sehingga merupakan suatu kesatuan yang saling terkait.
Terdapat berbagai variasi dalam komponen sistem pendidikan, namun ada beberapa
hal yang selalu ada dalam sistem tersebut adalah (1) tujuan pendidikan, (2)
pendidik, (3) peserta didik, (4)interaksi pendidikan, dan(5) lingkungan
pendidikan.
4) Tujuan ilmu
pendidikan, Dalam pengembangan ilmu pendidikan memiliki dua
tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk pengembangan suatu ilmu, yang
berorientasi pada kebenaran suatu ilmu itu sendiri. Dengan cara ini akan
menghasilkan ilmu teoritis murni yang tidak menghiraukan kegunaannya dalam
praktik. Di samping tujuan tersebut ilmu pendidikan mengembangkan ilmu yang
selanjutnya dapat digunakan dalam praktik pendidikan sehari-hari. Hal yang
demikian ini sering disebut dengan ilmu bersifat praktis. Artinya teori yang ditemukan harus berorientasi pada
praktik, atau dapat dipraktikan.
2. Pendidikan dan
Sekolah
Dua
istilah yang sering dikaburkan, kalau tidak dipertentangkan adalahpendidikan dan sekolah
(education Vs schooling). Pendidikan dan sekolah dua konsep yang
sulit untuk dipisahkan, karena pada umumnya manusia tidak memandang perbedaan
keduanya. Sebagian besar manusia memandang keduanya merupakan konsep yang
berkesinambungan.
Satu
hal yang perlu dipahami bahwa sekolah merupakan bagian dari pendidikan, yang
memiliki peranan penting. Sekolah memiliki kedudukan penting karena sekolah
diperlukan untuk melanjutkan perkembangan suatu masyarakat; sekolah merupakan
sumber utama bagi masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan, ketrampilan yang
dibutuhkan bagi pertumbuhan dan perkembangan masyarakat.
Pendidikan
pada sisi lain merupakan suatu konsep yang luas. Sekolah merupakan bagian dari
pendidikan, disamping masih banyak lagi yang termasuk dalam konsep pendidikan
dan berlangsung tidak dalam bentuk pendidikan formal dengan sistem kelas.
Pendidikan dalam artian luas dapat terjadi
dimana-mana. Hanya saja kebiasaan masyarakat jika berbicara tentang pendidikan
umumnya memasuki sekolah. Hal itu pun tidak salah karena pengertian sempit dari
pendidikan adalah persekolahan.
Dari
uraian tersebut diatas penggunaan istilah sekolah mengarah pada pendidikan
formal yang berlangsung dalam sekolah. Sedangkan pendidikan istilah yang
digunakan untuk segala pengalaman belajar baik yang terjadi dalam sekolah
maupun diluar sekolah.
John
A. Laska, mengemukakan pengertian pendidikan sebagai berikut :
Education is one of
the most important activities in which human beings engange. It is by means of
the educative process and its role intransmitting the cultural heritage from
one generation to the next that human societies are able to meintain their
existence. But education does more than just help us to keep the kind of
society we already have; it is also one of the major ways in which people try
to change or improve their societies…..
Berdasarkan definisi
tersebut di atas, pengertian pendidikan memiliki ciri sebagai berikut :
1) Pendidikan merupakan proses sepanjang hayat, Proses
pendidikan berjalan sejajar dengan pertumbuhan individu. Anak-anak belajar
bagaimana memberikan respon terhadap kasih sayang, bagaimana memegang suatu
dengan tangan, bagaimana menggerakkan benda atau orang. Semua aktifitas
tersebut bukan hasil pengajaran tetapi mereka pelajari dari lingkungannya.
Dengan demikin tampak bahwa pendidikan akan berlangsung terus sepanjang hidup
manusia.
2)
2) Pendidikan merupakan
suatu aktifitas yang terbuka, Proses pendidikan dapat terjadi pada
berbagai bentuk dan berbagai situasi dan dengan berbagai pembimbing pengalaman
belajar. Pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah saja tetapi dapat
terjadi di mana saja, kapan saja dan dengan siapa saja.
3) Pendidikan mencakup
pengertian pendidikan formal dan informal, Pendidikan yang
terjadi pada situasi belajar yang berstruktur dikatakan pendidikan formal. Pada
masyarakat yang sudah maju pendidikan semacam ini berlangsung di sekolah dan
kita sebut persekolahan. Lembaga penyelenggara pendidikan mungkin pemerintahan
atau lembaga non-pemerintahan seperti lembaga keagamaan, lembaga sosial lain
yang peduli terhadap pelaksanaan pendidikan. Aktifitas dan kegiatan belajar
ditata sercara terstruktur untuk memenuhi kebutuhan tertentu, yang biasanya
diformalkan dalam bentuk kurikulum.
Sedangkan pendidikan informal biasanya tidak terstruktur. Pendidikan ini dapat
berlangsung pada berbagai situasi, mungkin dalam keluarga, teman sebaya, pada
perjalanan, lingkungan bermain, tempat kerja dan kelompok-kelompok olah raga.
Pendidikan informal yang paling dominan terjadi pada media masa.
Pendidikan
formal atau sekolah adalah pendidikan yang berada di dalam suatu naungan
lembaga tertentu, yang dipesiapkan untuk mereka yang sudah mengayomi pendidikan
dalam keluarga, Sekolah sabagai pusat pendidikan formal, ia lahir dan berkembang dari
pemikiran efisiensi dan efektifitas di dalam pemberian pendidikan kepada warga
masyarakat. Lembaga pendidikan formal atau persekolahan, kelahiran dan
pertumbuhanya dari dan untuk masyarakat bersangkutan. Artinya, sekolah sebagai
pusat pendidikan formal merupakan perangkat masyarakat yang diserahi kewajiban
pemberian pendidikan. Perangkat ini di tata dan dikelola secara formal,
mengikuti haluan yang pasti dan diberlakukan di dalam masyarakat
bersangkutan. Haluan tersebut tercermin di dalam falsafah dan tujuan,
penjenjangan, kurikulum pengadministrasian serta pengelolaanya.
Pendidikan
formal atau sekolah memiliki ciri-ciri tersendiri, yaitu;
Sekolah dibatasi oleh
waktu, Siswa yang memasuki lembaga formal sekolah, dibatasi oleh umur
tertentu, untuk pendidikan dasar pada usia 6 sampai 12/13 tahun. Pendidikan
menengah setelah tamat pendidikan dasar. Perguruan tinggi ditempuh setelah
tamat pendidikan menengah, pendidikan tinggi. Masa belajarpun dibatasi untuk
pendidikan dasar selama 9 tahun, pendidikan menengah 3 tahun. Perguruan tinggi
4 sampai 7 tahun untuk strata satu
.Sekolah berorientasi pada kerja, Fokus
dari suatu kurikulum yang dijabarkan pada pengalaman belajar, diarahkan pada
pengetahuan spesifik dan ketrampilan spesifik untuk memasuki dunia kerja.
Beberapa kurikulum sangat spesifik berorientasi pada satu jenis pekerjaan. Pada
sisi lain kurikulum mempersiapkan siswa untuk kerja yang berorientasi pada
kebutuhan masa depan.
Sekolah memiliki
tujuan pembelajaran yang jelas,Mungkin karakteristik yang satu ini
membedakan antara sekolah dan pendidikan. Suatu kurikulum sekolah telah
didesain dengan tujuan yang spesifik dan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan tersebut direncakanan dan ditata sehingga pengalaman belajar dapat
berlangsung dan bermakna. Hal ini tentunya berbeda dengan pendidikan yang tidak
direncanakan secara specifik dan pengalaman belajarpun akan terjadi diluar
perhitungan atau mungkin tidak bermakna.
3. P Pendidikan Sebagai Aktivitas Sepanjang Hayat
Konsep
pendidikan yang dikemukakan oleh Prof. De. M.J Langeveld, yang membatasi proses
pendidikan dari mulai anak mengerti dan mengakui akan kewibawaan sampai pada
anak/manusia tunduk kepada kewibawaannya sendiri, yaitu telah mencapai taraf
kedewasaan tidak dapat sepenuhnya diterima. Hal ini didasarkan pada konsep
pendidikan yang tidak hanya terbatas pada pendidikan formal di sekolah, dan
tidak pula dibatsi oleh waktu dan umur anak. Konsekuensi pandangan pendidikan
sebagai gejala kebudayaan membawa dampak pada pengakuan bahwa pendidikan
berlangsung sepanjang hidup dan kehidupan manusia.
Pandangan tersebut diatas sejajar dengan gagasan dasar pendidikan yang
harus dikonsepsikan secara formal sebagai proses yang terus menerus dalam
kehidupan individu, mulai masa kanak-kanak sampai dewasa(Cropley, 1974).
Kemudian pendidikan sepanjang hayat didefinisikan sebagai tujuan atau ide
formal untuk perorganisasian dan perstrukturan pengalaman pendidikan.
Pengorganisasianya dan penstrukturan ini diperluas mengikuti seluruh rentangan
usia, dari usia yang paling muda sampai paling tua (Cropley : 67).
Hal ini didukung oleh pendapat
Stephens (1987) belajar dan mengajar adalah peristiwa wajar yang terjadi pada
makhluk manusia secara terus-menerus berlangsung dengan cara yang spontan
bahkan tanpa disadari melaukannya. Karena itulah belajar harus didukung dan dibantu
dari buaian sampai dewasa. Kenyataan bahwa manusia berkembang melalui
proses pendidikan, melahirkan suatu pandangan bahwa pendidikan pada dasarnya
sebagai pelayanan untuk membantu pengembangan personel sepanjang hidup.
Konsep pendidikan seumur hidup ( life
long education) mulai dimasyarakatkan melalui kebijaksanaan Negara (ketetapan
MPR No.IV/MPR/1973 jo ketetapan MPR No.IV/MPR/1978, tentang GBHN) yang
menetapkan prinsip-prinsip pendidikan nasional (pembangunan bangsa dan watak
bangsa), antara lain
“B Arah pembangunan jangka panjang
1. Pembangunan nasional dilaksanakan I dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam bab IV bagian pendidikan , GBHN
menetapkan :
d” Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan didalam rumah
tangga,sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab
bersama antara keluarga masyarakat dan pemerintah.”
4.Komponen-komponen
Pendidikan
Komponen merupakan
bagian dari suatu sistem yang meiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya
suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Komponen pendidikan berarti
bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang menentukan berhasil dan
tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan. Bahkan dapat diakatakan bahwa
untuk berlangsungnya proses kerja pendidikan diperlukan keberadaan
komponen-komponen tersebut.
Komponen-komponen yang memungkinkan terjadinya proses pendidikan atau
terlaksananya proses mendidik minimal terdiri dari 6 komponen, yaitu :
1. Tujuan Pendidikan
Dalam Undang-Undang RI nomor 20 tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa tujuan pendidikan
nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggunngjawab.
Keharusan terdapatnya tujuan pada
tindakan pendidikan didasari oleh sifat ilmu pendidikan yang normatif dan praktis.
Sebagai ilmu pengetahuan normatif , ilmu pendidikan merumuskan kaidah-kaidah;
norma-norma dan atau ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya
dilaksanakan oleh manusia. Sebagai ilmu pengetahuan praktis, tugas pendidikan
dan atau pendidik maupun guru ialah menanamkam sistem-sistem norma tingkah-laku
perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh
lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat (Syaifulah, 1981).
Urutan hirarkhis
tujuan pendidikan dapat dilihat dalam kurikulum pendidikan yang terjabar mulai
dari 1) Cita-cita nasional/tujuan nasional (Pembukaan UUD 1945), 2) Tujuan
Pembangunan Nasional (dalam Sistem Pendidikan Nasional), 3) Tujuan
Institusional (pada tiap tingkat pendidikan/sekolah), 4) Tujuan kurikuler
(Pada tiap-tiap bidang studi/mata pelajaran atau kuliah), dan 5) Tujuan
instruksional yang dibagi menjadi dua yaitu tujuan instruksional umum dan
tujuan instruksional khusus.
2. Peserta Didik
Peserta didik adalah anggota masyarakat
yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur
pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, pada jenjang
pendidikan dan jenis pendidikan tertentu.
Ciri khas peserta didik yang perlu
dipahami oleh pendidik ialah:
a) Individu yang memiliki potensifisik dan psikis yang khas, sehingga
merupakan insan yang unik.
Anak sejak lahir telah memiliki potensi
– potensi yang ingin dikembangkan dan diaktualisasikan. Untuk
mengaktualisasikannya membutuhkan bantuan dan bimbingan.
b) Individu yang sedang berkembang.
Yang dimaksud perkembangan di sini
adalah perubahan yang terjadi dalam diri peserta didik secara wajar, baik
ditujukan kepada diri sendiri maupun kea rah penyesuaian dengan lingkungan.
Sejak manusia lahir bahkan sejak masih berada dalam kandungan ia berada dalam
proses perkembangan. Proses perkembangan ini melalui suatu rangkaianyang
bertingkat – tingkat. Tiap tingkat (fase) mempunyai sifat – sifat khusus. Tiap
fase berbeda dengan fase lainya.Anak yang berada pada fase bayi berbeda dengan
fase remaja, dewasa dan orang tua. Perbedaan – perbedaan ini meliputi perbedaan
minat, kebutuhan, kegemaran, emosi, intelegensi dan sebagainya. Perbedaan
tersebut harus diketahui oleh pendidik pada masing – masing tingkat perkembangan
tersebut. Atas dasar itu pendidikan dapat mengatur kondisi dan strategi yang
relevan dengan kebutuhan peserta didik.
c) Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
Dalam proses perkembangannya peserta
didik membutuhkan bantuan dan bimbingan. Bayi yang baru lahir secara badani dan
hayati tidak terlepas dari ibunya, seharusnya setelah ia tumbuh berkembang
menjadi dewasa ia sudah dapat hidup sendiri. Tetapi kenyataanya untuk
perkembangan hidupnya, ia masih menggantungkan diri sepenuhnya kepada orang
dewasa, sepanjang ia belum dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa pada diri peserta
didik ada dua hal yang menggejala :
- Keadaanya yang tidak berdaya menyebabkan ia membutuhkan bantuan. Hal ini
manimbulkan kewajiban orang tua untuk membantunya.
- Adanya kemampuan untuk mengembangkan dirinya, hal ini membutuhkan
bimbingan. Orang tua berkewajiban untuk membimbingnya. Agar bantuan dan
bimbingan itu mencapai hasil maka harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan
anak.
d) Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
Dalam perkembangan peserta didik ia
mempunyai kemampuan untuk berkembang kea rah kedewasaan. Pada diri anak ada
kecenderungan untuk memerdekakan diri. Hal ini menimbulkan kewajiban pendidik
dan orang tua untuk setapak demi setapak memberikan kebebasan dan akhirnya
mengundurkan diri. Jadi, pendidik tidak boleh memaksakan agar peserta didik
berbuat menurut pola yang dikehendaki pendidik. Ini dimaksud agar peserta didik
memperoleh kesempatan memerdekakan diri dn bertanggungjawab sesuai dengan
kepribadianya sendiri. Pada saat ini si anak telah dapat berdiri sendiri dan
bertanggung jawab sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.tugasku4u.com/2013/05/makalah-hakikat-manusia-menurut-islam.html
Abuddin Nata, AL-Qur’an dan Hadits (Dirasah Islamiyah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1998.
Abuddin Nata, AL-Qur’an dan Hadits (Dirasah Islamiyah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1998.
Departemen Agama RI, Pendidikan Agama
Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta : Direktorat Jenderal Kelembagaan
Agama Islam, 2001.
Hamdan Mansoer, dkk, Materi
Instruksional Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Direktorat Perguruan Tinggi
Agama Islam, 2004
Murthada Muthahhari, Perspektif
Al-Qur’an Tentang Manusia dan Agama, Bandung : Mizan, 1990.
Nanih Machendrawaty & Agus Ahmad
Safei, Pengembangan Masyarakat Islam, Jakarta : Rineka Cipta, 2004
Muhammadong. 2009. Pendidikan Agama
Islam. Makassar : Tim Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Negeri Makassar.
Abdullah, Abd. Malik. 2009. Pendidikan
Agama Islam. Makassar : Tim Dosen Penididikan Agama Islam Universitas Negeri
Makassar.